Sabtu, 07 November 2015

PERDARAHAN PADA KEHAMILAN MUDA





PERDARAHAN PADA KEHAMILAN  MUDA


Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan ialah terjadinya perdarahan. Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan muda sering dikaitkan dengan kejadian abortus, misscarriage, early pregnancy loss. Perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan yang lebih tua terutama setelah melewati trimester III disebut perdarahan antepartum.


                                                                ABORTUS






Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus spontan adalah Abortus yang berlangsung tanpa tindakan
Abortus provokatus adalah Abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan.
 Abortus provokatus medisinalis adalah bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Di sini pertimbangan dilakukan oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis Kebidanan dan kandungan, spesialis penyakit dalam, dan spesialis jiwa. Bila perlu dapat ditambah pertimbangan oleh tokoh agama terkait.
Abortus provokatus kriinalis adalah abortus yang dilakukan pada kehamilan yang tidak diinginkan, diantaranya akibat perbuatan yang tidak bertanggung jawab sebagian besar dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih sehingga menimbulkan trias komplikasi.
Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi berulang tiga kali secara berturut-turut. Kejadiannya sekitar 3-5 %. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus spontan, pasangan punya risiko 15 % untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25% . 

Etiologi
Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering diperdebatkan, penyebab terbanyak diantaranya adalah
1.       a. Faktor genetik. Translokasi parental keseimbangan genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan karioti[p embrio. Paling sedikit 50 % kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun, gambaran ini belum termasuk kelainan yang disebabkan oleh  gangguan gen tunggal  (minsalnya kelainan mendelian) atau mutasi pada beberapa lokus  (minsalnya gangguan poligenik atau multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan kariotip.

2.     b.  Kelainan kongenital uteru
Study oleh Acien (1996) terhadap 170 pasien hamil dengan alformasi uterus, mendapatkan hasil hanya 18,8 % yang bisa bertahan sampai melahirkan cukup bulan, sedangkan 36,5 % mengalami persalinan normal  (prematur, sungsang). Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40 -80 %), kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10 – 30 %). Mioma uteri bisa menyebabkan baik infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiaannya antara 10 – 30 % pada perempuan usia reproduksi. Sebagian besar mioma tidak memberikan gejala, hanya yeng berukuran besar atau yang memasuki kavum uteri (submukosum) yang akan menimbulkan gangguan.

3.      c. Autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit autoimun.  Minsalnya pada systematik lupus eryhematosus (SLE)  dan Antiphospholipid antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE. Kejadian abortus spontan di antara pasien SLE sekitar 10 % dibandingkan populasi umum. Bila digabungkan dengan peluang terjadinya pengakhiran kehamilan trimester 2 dan 3, maka diperkirakan 75 % pasien dengan SLE akan berakhir dengan terhentinya kehamilan. Sebagian besar kematian janin dihhubungkan dengan adanya aPA.  aPA merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dari fosfolipid.

4.     d.  Defek fase luteal
Pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus lebih dari atau sama dengan 3 kali, didapatkan 17 % kejadian defek fase luteal dan 50 % perempuan dengan histologi defek fase luteal punya gambaran progesteron yang normal.
5.     e. Infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917, ketika Deforest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain bakteria, virus, parasit, spirokaeta.
Peran infeksi terhadap risiko abortus/EPL, di antaranya sebagai berikut :
  1. Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin atau sitokin yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
  2.  Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit bertahan hidup.
  3. Infeksi plasenta berakibat  insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin.
  4. Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah (minsalnya mikoplasma bominis, klamidia, ureaplasma urealitikum, HSV) yang bisa menganggu proses implantasi.

f. Amnionitas
Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus selama kehamilan awal (minsalnya rubela, parvovirus B19, sitomegalovirus, koksakie virus B, varisela-zoster, kronik sitomegalovirus CMV, HSV).  

6.       g. Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas dan plasenta. Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan :
·         Peningkatan kadar faktor prokoagulan
·         Penurunan faktor antikoagulan
·         Penurunan aktivitas fibrinolitik.
Kadar faktor VII, VIII, X dan fibrinogen meningkat selama kehamilan normal, terutama kehamilan sebelum 12 minggu. Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering didapatkan defek hemostatik. Penelitian tulpalla dan kawan-kawan menunjukan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan  pada usia kehamilan 4-6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8 – 11 minggu.
7.        
      h. Lingkungan
Diperkirakan 1 – 10 % malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, minsalnya paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok di ketahui mengandung ratusan  unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi feto plasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.

Macam-macam Abortus


1. Abortus iminens
Ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
Diagnosa abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervagina pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mules sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar hormon hCG pada urin dengan cara melakukan tes urine kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10. Bila hasil tes urin masih positif keduanya maka prognosisnya adalah baik. Bila pengenceran 1/10 hasilnya negatif maka prognosisnya dubia ad malam. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum.

Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tabahan hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2 minggu.

2. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah terbuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
Penderita akan mules karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaan.

Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan evakuasi/ pengeluaran hasil konsepsi disusul dengan kuretase bila perdarahan banyak. Pada umur  kehamilan di atas 12 minggu, uterus biasanya sudah melebihi telur angsa tindakan evakuasi dan kuretase harus hati-hati, kalau perlu dilakukan evakuasi dengan cara digital yang kemudian disusul dengan tindakan kuretase sambil diberikan uterotonika.  Pasca tindakan perlu perbaikan keadaan umu, pemberian uterotonika dan antibiotika profilaksis.

3.Abortus kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi roboransia atau hematenik bila keadan pasien memerlukan. Utero tonika tidak perlu diberikan.


4.Abortus inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tinggal. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila ragu dengan diagnosis secara klinik. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit di kenali, di kavum uteri tapak massa hingga perekoik yang bentuknya tidak teratur.

Tindakan kuretase harus dilakukan secara hati-hati sesuai dengan keadaan umum ibu dan besarnya uterus. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan karet vakum menggunakan kanula dari plastik. Pascatindakan perlu diberikan uterotonika parenteral ataupun per oral dan antibiotik.

5. Misses Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.
Penderita misses abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan diatas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang.

Pengelolahan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan keluarganya secara baik karena risiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya evakuasi kuretase dalam sekali tindakan.


6.Abortus infeksiosus, Abortus septik
Abortus infeksiosus, adalah abortus yang disertai infeksi pada alat genetalia. Abortus septik ialah abortus disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritoneum (septikemia atau peritonitis).
Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah membaik minimal 6 jam setelah antibiotik adekuat diberikan. Jangan lupa pada saat tindakan uterus harus dilindungi dengan uterotonika Antibiotik dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai. Apanila ditakutkan terjadi tetanus, perlu ditambah dengan injeksi ATS dan irigasi kanalis vagina/ uterus dengan larutan peroksida (H2O2) kalau perlu histerektomi total secepatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar