PERDARAHAN
PADA KEHAMILAN MUDA
Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan
ialah terjadinya perdarahan. Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia
kehamilan. Pada kehamilan muda sering dikaitkan dengan kejadian abortus, misscarriage,
early pregnancy loss. Perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan yang
lebih tua terutama setelah melewati trimester III disebut perdarahan
antepartum.
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus spontan adalah Abortus yang
berlangsung tanpa tindakan
Abortus provokatus adalah Abortus yang terjadi
dengan sengaja dilakukan tindakan.
Abortus provokatus medisinalis adalah bila
didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Di sini
pertimbangan dilakukan oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis
Kebidanan dan kandungan, spesialis penyakit dalam, dan spesialis jiwa. Bila
perlu dapat ditambah pertimbangan oleh tokoh agama terkait.
Abortus provokatus kriinalis adalah abortus
yang dilakukan pada kehamilan yang tidak diinginkan, diantaranya akibat
perbuatan yang tidak bertanggung jawab sebagian besar dilakukan oleh tenaga
yang tidak terlatih sehingga menimbulkan trias komplikasi.
Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi
berulang tiga kali secara berturut-turut. Kejadiannya sekitar 3-5 %. Data dari
beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus spontan, pasangan punya
risiko 15 % untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali,
risikonya akan meningkat 25% .
Etiologi
Penyebab abortus (early pregnancy loss)
bervariasi dan sering diperdebatkan, penyebab terbanyak diantaranya adalah
1.
a. Faktor genetik. Translokasi
parental keseimbangan genetik
Sebagian besar abortus
spontan disebabkan oleh kelainan karioti[p embrio. Paling sedikit 50 % kejadian
abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun,
gambaran ini belum termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan gen tunggal (minsalnya kelainan mendelian) atau mutasi
pada beberapa lokus (minsalnya gangguan
poligenik atau multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan kariotip.
2. b.
Kelainan kongenital uteru
Study oleh Acien (1996)
terhadap 170 pasien hamil dengan alformasi uterus, mendapatkan hasil hanya 18,8
% yang bisa bertahan sampai melahirkan cukup bulan, sedangkan 36,5 % mengalami
persalinan normal (prematur, sungsang).
Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus
(40 -80 %), kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10 –
30 %). Mioma uteri bisa menyebabkan baik infertilitas maupun abortus berulang.
Risiko kejadiaannya antara 10 – 30 % pada perempuan usia reproduksi. Sebagian
besar mioma tidak memberikan gejala, hanya yeng berukuran besar atau yang
memasuki kavum uteri (submukosum) yang akan menimbulkan gangguan.
3. c.
Autoimun
Terdapat hubungan yang nyata
antara abortus berulang dan penyakit autoimun.
Minsalnya pada systematik lupus eryhematosus (SLE) dan Antiphospholipid antibodies (aPA). aPA
merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE. Kejadian
abortus spontan di antara pasien SLE sekitar 10 % dibandingkan populasi umum.
Bila digabungkan dengan peluang terjadinya pengakhiran kehamilan trimester 2
dan 3, maka diperkirakan 75 % pasien dengan SLE akan berakhir dengan
terhentinya kehamilan. Sebagian besar kematian janin dihhubungkan dengan adanya
aPA. aPA merupakan antibodi yang akan
berikatan dengan sisi negatif dari fosfolipid.
4. d.
Defek fase luteal
Pada penelitian terhadap
perempuan yang mengalami abortus lebih dari atau sama dengan 3 kali, didapatkan
17 % kejadian defek fase luteal dan 50 % perempuan dengan histologi defek fase
luteal punya gambaran progesteron yang normal.
5. e.
Infeksi
Teori peran mikroba infeksi
terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917, ketika Deforest dan
kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan yang
ternyata terpapar brucellosis. Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak
pada kejadian abortus antara lain bakteria, virus, parasit, spirokaeta.
Peran infeksi terhadap risiko
abortus/EPL, di antaranya sebagai berikut :
- Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin atau sitokin yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
- Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit bertahan hidup.
- Infeksi plasenta berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin.
- Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah (minsalnya mikoplasma bominis, klamidia, ureaplasma urealitikum, HSV) yang bisa menganggu proses implantasi.
f. Amnionitas
Memacu perubahan genetik dan
anatomik embrio, umumnya oleh karena virus selama kehamilan awal (minsalnya
rubela, parvovirus B19, sitomegalovirus, koksakie virus B, varisela-zoster,
kronik sitomegalovirus CMV, HSV).
6.
g. Hematologik
Beberapa kasus abortus
berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya mikrotrombi pada pembuluh
darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik memegang peran
penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas dan plasenta. Pada kehamilan
terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan :
·
Peningkatan kadar faktor
prokoagulan
·
Penurunan faktor antikoagulan
·
Penurunan aktivitas fibrinolitik.
Kadar faktor VII, VIII, X dan
fibrinogen meningkat selama kehamilan normal, terutama kehamilan sebelum 12
minggu. Bukti lain menunjukkan bahwa
sebelum terjadi abortus, sering didapatkan defek hemostatik. Penelitian
tulpalla dan kawan-kawan menunjukan bahwa perempuan dengan riwayat abortus
berulang, sering terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada usia kehamilan 4-6 minggu, dan penurunan
produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8 – 11 minggu.
7.
h. Lingkungan
Diperkirakan 1 – 10 %
malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau radiasi dan
umumnya berakhir dengan abortus, minsalnya paparan terhadap buangan gas
anestesi dan tembakau. Sigaret rokok di ketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah
diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta.
Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu
neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi feto plasenta dapat
terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.
Macam-macam Abortus
1. Abortus iminens
Ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri
masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
Diagnosa abortus iminens biasanya diawali
dengan keluhan perdarahan pervagina pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu.
Penderita mengeluh mules sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali
perdarahan pervaginam. Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat
dilakukan dengan melihat kadar hormon hCG pada urin dengan cara melakukan tes
urine kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10. Bila
hasil tes urin masih positif keduanya maka prognosisnya adalah baik. Bila
pengenceran 1/10 hasilnya negatif maka prognosisnya dubia ad malam. Pemeriksaan
USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui
keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum.
Penderita diminta untuk melakukan tirah baring
sampai perdarahan berhenti. Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak
berkontraksi atau diberi tabahan hormon progesteron atau derivatnya untuk
mencegah terjadinya abortus. Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi
perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai
lebih kurang 2 minggu.
2. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai
dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah terbuka, akan tetapi hasil
konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
Penderita akan mules karena kontraksi yang
sering dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus
dan umur kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang
masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih
jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan
serviks uterus atau pembukaan.
Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan
keadaan umum dan perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan
tindakan evakuasi/ pengeluaran hasil konsepsi disusul dengan kuretase bila
perdarahan banyak. Pada umur kehamilan
di atas 12 minggu, uterus biasanya sudah melebihi telur angsa tindakan evakuasi
dan kuretase harus hati-hati, kalau perlu dilakukan evakuasi dengan cara
digital yang kemudian disusul dengan tindakan kuretase sambil diberikan
uterotonika. Pasca tindakan perlu
perbaikan keadaan umu, pemberian uterotonika dan antibiotika profilaksis.
3.Abortus kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum
uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram. Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun
pengobatan. Biasanya hanya diberi roboransia atau hematenik bila keadan pasien
memerlukan. Utero tonika tidak perlu diberikan.
4.Abortus inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari
kavum uteri dan masih ada yang tinggal. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila
ragu dengan diagnosis secara klinik. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur
kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit di kenali, di kavum uteri tapak massa
hingga perekoik yang bentuknya tidak teratur.
Tindakan kuretase harus dilakukan secara
hati-hati sesuai dengan keadaan umum ibu dan besarnya uterus. Tindakan yang
dianjurkan ialah dengan karet vakum menggunakan kanula dari plastik.
Pascatindakan perlu diberikan uterotonika parenteral ataupun per oral dan
antibiotik.
5. Misses Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus
telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi
seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.
Penderita misses abortion biasanya tidak
merasakan keluhan apapun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak
seperti yang diharapkan. Bila kehamilan diatas 14 minggu sampai 20 minggu
penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda
kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang.
Pengelolahan missed abortion perlu diutarakan
kepada pasien dan keluarganya secara baik karena risiko tindakan operasi dan
kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya
evakuasi kuretase dalam sekali tindakan.
6.Abortus infeksiosus, Abortus septik
Abortus infeksiosus, adalah abortus yang
disertai infeksi pada alat genetalia. Abortus septik ialah abortus disertai
penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritoneum (septikemia atau
peritonitis).
Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan
tubuh sudah membaik minimal 6 jam setelah antibiotik adekuat diberikan. Jangan
lupa pada saat tindakan uterus harus dilindungi dengan uterotonika Antibiotik
dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian
tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai.
Apanila ditakutkan terjadi tetanus, perlu ditambah dengan injeksi ATS dan
irigasi kanalis vagina/ uterus dengan larutan peroksida (H2O2) kalau perlu histerektomi
total secepatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar